Jumat, 13 Januari 2012

Inilah Penjelasan Ilmiah Mengapa Jatuh Cinta









 Studi berhasil mengungkap jatuh cinta adalah tindakan terukur. Studi juga mengungkap apakah hati atau otak yang jatuh cinta.

Analisa yang dilakukan profesor Stephanie Ortigue dari Syracuse University menyebut haa itu sebagai Neuroimaging of Love. Temuan ini menyatakan, jatuh cinta tak hanya mendapat rasa senang seperti pada kokain, juga berefek pada area intelektual otak.

Peneliti menemukan jatuh cinta hanya butuh seperlima detik. Hasil penelitian tim Ortigue mengungkap saat orang jatuh cinta, 12 area otak bekerja bergantian melepaskan zat kimia pendorong kesenangan seperti dopamine, oxytocin, adrenaline dan vasopression.

Rasa cinta juga mempengaruhi fungsi kognitif modern, seperti representasi mental, metafor dan gambaran tubuh. Temuan ini menimbulkan pertanyaan, apakah hati ataukah otak yang jatuh cinta?.

"Pertanyaan itu selalu menjadi pertanyaan jebakan. Saya bilang otak, namun hati juga berhubungan, karena konsep rumit cinta tercipta dari proses otak ke hati dan sebaliknya," katanya.

Ia menjelaskan aktivasi beberapa bagian otak menciptakan stimulasi ke hati. Beberapa gejala yang kita rasakan dan terasa seperti perwujudan hati mungkin saja datang dari otak.

Peneliti lain juga menemukan tingkat darah pada Nerve Growth Factor (NGF) mengalami peningkatan. Peningkatan signifikan ini lebih tinggi pada pasangan yang baru saja jatuh cinta.

Molekul memiliki peran penting dalam kimia sosial manusia atau fenomena cinta pada pandangan pertama.

Hasil ini memastikan cinta memiliki dasar sains, kata Ortigue.

Temuan ini memiliki banyak implikasi pada neuroscience dan riset kesehatan mental karena saat cinta tak bekerja, hal ini dapat berakibat signifikan pada tekanan emosi dan depresi.

Dengan memahami mengapa orang jatuh cinta dan patah hati, orang dapat menggunakannya sebagai terapi. Studi ini juga menunjukkan bagian otak yang jatuh cinta.

Sementara cinta tak bersyarat, seperti ibu dan anak dipicu bagian otak termasuk otak tengah. Studi ini diterbitkan di Journal of Sexual Medicine